Buletinmalut.com TERNATE – Aliansi Masyarakat Maliaro (AMM) 107 meminta kepada Pengadilan Negeri (PN) sebelum mengeluarkan perintah eksekusi lahan di RT7 /RW 03 Kelurahan Maliaro agar menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) RI dan badan pengawas MA terkait dengan putusan sengketa tanah bekas eigendom verponding.
Sekretaris AMM 107, Muhlis A. Adam, menjelaskan, kami sangat menghargai putusan pengadilan dan pihaknya patuh pada hukum yang berlaku namun kami masih pertanyakan dengan putusan nomor 730 yang di pakai PN Ternate.
“Kami masih pertanyakan putusan 730 yang di gunakan pengadilan negeri Ternate untuk mengeksekusi lahan yang ditempati warga dan kami juga sudah lakukan permohonan PK 2 ke MA,” kata Muhlis.
Untuk itu, kami telah bersepakat bahwa untuk mencegah konflik antara masyarakat dan pihak pengadilan negeri maka sebelum keluarkan perintah eksekusi lahan di Rt 07/Rw 03 Kelurahan Maliaro sebaiknya pengadilan menunggu putusan dari MA RI dan pengawas MA karena ini masih dalam proses.
Hal senada juga dikatakan, Ketua AMM 107, perkara gugatan tersebut dimulai pada tahun 1979 namun hal itu karena tidak memiliki bukti yang kuat maka pemohon menarik kembali gugatanya yaitu tahun 1980.
“Penggugat pertama atas nama Taher Wahid dan itu kembali dicabut dengan bukti sertifikat 350, pasca bersangkutan meninggal dunia, kemudian istri dan anak almarhum melakukan gugatan ke dua kepada kami sebanyak tergugat 13 orang, ujarnya, Kamis (2/3/2023).
Lanjutnya, atas hal tersebut kami dari 13 tergugat ada 4 orang yang mempunyai bukti yang sama yaitu berupa surat keterangan mendapatkan hak izin pemakaian tanah dari pemerintah daerah pada saat itu tahun 1963.
Olehnya itu, begitu putusan turun tahun 1994 dari pengadilan negeri Ternate dan kemudian ada intervensi dengan bukti akta jual beli penggugat yaitu tahun 1966.
“Akta jual beli penggugat yaitu dari warga negara Belanda yang tinggal di Kalumpang Maluku Utara, padahal warga asing tersebut bernama Vander Mool tidak terbukti sebagai warga Indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, keterangan dari kepala kantor pemerintahan pada saat itu bahwa dirinya tidak pernah menanda tangani surat akta jual beli tanah antara warga asing atas nama Vander Mool dan salah satu keluarga penggugat.
“Dari pihak kantor pemerintahan mengatakan tahun 1966 pada saat itu dirinya tidak pernah tanda tangani akta jual beli tanah dari warga negara asing atas Vander Mool, ada pun itu ada berarti diduga menjiblak,” kisahnya.
Selain itu juga, berdasarkan saksi ahli dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) setelah kembali ke penggugat pertama dengan sertifikat tanah 350 ternyata hal tersebut tidak terdaftar di BPN.
Dikatakan, setelah itu kami dari aliansi melakukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) 2 ke pengadilan negeri Ternate namun dari pihak panitera menolak itu dengan alasan bahwa berkas tersebut tidak akan di kirim ke MA- RI.
Ia mengakui, karena punya dokumen lengkap maka kami berangkat ke Jakarta untuk memasukan dokumen dikantor MA terkait dengan PK 2, tak hanya itu putusan nomor 370/pk/pdt/2001, pehaknya pertanyakan disana bahwa ternyata hal itu tidak terdaftar di MA.*(ril).