Buletinmalut.Com TERNATE – Lima Organisasi Profesi (OP) kesehatan Maluku Utara (Malut) menolak keras Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibuslaw kesehatan.
Dimana kelima OP tersebut yang menyatakan sikap dan turut bertandatangan nota menolak RUU Omnibus Law yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Malut, Alwiah Assagaf, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Malut, Arsad Suni, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Malut, Rosdiana Turuy, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Malut, Iwan Wirasatyawan dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Malut,Mufti I. Saleh.
Ketua IDI Malut,Alwiah Assagaf, mengatakan, proses penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan (omnibus law) telah menciderai proses berdemokrasi, cacat prosedur penyusunan perundang-undangan dan sangat terburu-buru dan sembunyi-sembunyi.
Lanjutnya, penyelenggaraan public hearing oleh pemerintah tidak menjalankan partisipasi yang bermakna sebenarnya dan hanya formalitas belaka. Hal ini tergambar dari Daftar Investarisasi Masalah (DIM) yang di ajukan Pemerintah tidak memuat apa yang di suarakan oleh OP dan organisasi kemasyarakatan telah memiliki kredibilitas serta kompetensi dalam memberikan masukan.
“Justru pemerintah banyak mengakomodasi organisasi-organisasi yang tidak jelas bentukannya dan sangat nyata proses disintegrasi profesi kesehatan yang diperlihatkan dalam proses public hearing,” jelasnya, Selasa (9/5/2023).
Dikatakan, pembungkaman suara-suara kritis yang dilakukan secara formal oleh pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (RI) telah melanggar hak konstitusional warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945.
“Seperti pemberhentian seorang guru besar (Prof Dr. Zaenal Muttaqin,Sp.BS) merupakan bukti nyata power abuse yang berdampak bagi hak-hak individu warga negara, serta yang terpenting adalah terganggunya proses pendidikan kedokteran,” ujarnya.
Selain itu, adanya kasus kekerasan yang terjadi di Lampung Barat dan beberapa daerah lain yang dialami oleh tenaga medis maupun tenaga kesehatan lain perlihatkan adanya keterlibatan organisasi profesi setempat. Hal ini harus dipandang sebagai upaya organisasi profesi membantu pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan.
Namun, RUU Kesehatan sangatlah memperlihatkan upaya pemerintah menghapus keberadaan OP yang telah lama mengabdi bagi negeri.
Olehnya itu, pengabdian kami selaku OP sangatlah nyata dengan bukti disaat pandemi Covid-19 namun setalah itu pandemi berlalu, ada upaya untuk menghilangkan peran dan bahkan ada upaya disintegrasi yang dilakukan pemerintah terhadap profesi kesehatan. Menurut Alwiah selaku ketua IDI, hal itu tentu tidak sejalan dengan sila ke tiga yaitu persatuan Indonesia.
“Jadi, stop pembahasan RUU Omnibuslaw Kesehatan yang sedang bergulir di pusat jangan korbankan kesehatan rakyat dengan kepentingan politik,” tutupnya.*(Abril).