Buletinmalut.com TERNATE- Stevi Thomas dituntut pidana penjara 2,2 tahun terkait atas dugaan kasus suap kepada Gubernur Maluku Utara (Malut) nonaktif, Abdul Gani Kasuba (AGK).
Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Andry Lesmana, disidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ternate.
Dikatakan JPU KPK, berdasarkan uraian diatas maka penuntut umum berkesimpulan bahwa terdakwa secara sah dan menyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Lanjutnya, hal itu sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang – Undang RI No 31 tahun 1999 jo Pasal 64 Ayat 1 KHUPidana sebagaimana dalam dakwaan pertama.
“Ada pun hal-hal memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung Peraturan Pemerintah (PP) dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya, Kamis (2/5/2024).
Menurut Andry, hal-hal yang meringankan terdakwa karena mempunyai tanggunggan keluarga, sopan dan menghargai proses persidangan belum pernah dihukum serta menyesal atas perbuatannya.
Sehingga JPU, dalam perkara ini menuntut agara pengadilan Tipikor pada PN Ternate yang memeriksa dan mengadili perkara itu memutuskan dan menyatakan terdakwa Stevi Thomas terbukti secara sah serta meyakinkan menurut hukum bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi.
Ia menyebutkan, hal itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang undang (UU) Tipikor. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 2 bulan serta pidana denda sebesar Rp 50 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 2 bulan.
Menetapkan lamanya penahanan terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
“Menyatakan terdakwa tetap berada dalam tahanan, menyatakan barang bukti nomor 1 sampai dengan barang bukti nomor 747 dipergunakan dalam perkara Daud Ismail, menetapkan biaya perkara sebesar Rp 7.500 dibebankan kepada terdakwa,” sambung JPU KPK.
Olehnya itu, berdasarkan fakta persidangan di dalam diri terdakwa Stevi Thomas juga tidak ditemukan adanya alasan yang dapat menghapus unsur kesalahan ataupun yang dapat mempertanggung jawabkan hukum pidananya baik alasan pemaaf maupun alasan pembenar sebagaimana diatur dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 52 KHUPidana oleh karena itu terdakwa harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Usai mendengarkan tuntutan JPU KPK, Stevi Thomas kemudian mengatakan akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi.
“Kami akan tanggapi pada nota pembelaan selanjutnya yang mulia,” kata Stevi.
Sementara Ketua Majelis Hakim, Rommel Franciskus Tampubolom, pihaknya berikan hak pembelaan kepada terdakwa baik lisan maupun tertulis serta dipersilahkan untuk berkoordinasi terhadap Penasehat Hukum (PH) saudara.
“Sidang dengan agenda pledoi dari PH terdakwa Stevi Thomas bakal dilanjutkan kembali pada 8 Mei 2024,” pungkasnya.*(Abril).