BuletinMalut.com.TERNATE- Mahasiswa Pejuang Rakyat (MPR) berdemonstrasi di Ditreskrimum Polda Maluku Utara (Malut) terkait bakal ditetapkan tersangka Anak Buah Kapal (ABK) speedboat Bela 72.
Dimana speedboat Bela 72 ditumpangi para tim Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 04 Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara, Benny Laos dan Sarbin Sehe mengalami kebakaran lalu meledak pada 12 Oktober 2024 di pelabuhan Bobong Kabupaten Taliabu yang menyebabkan korban jiwa.
Koordinator Aksi MPR, Mukaram, dalam orasinya menyampaikan bahwa, pihaknya memperjuangkan para ABK speedboat Bela 72. Pasalnya speedboat itu mengalami kebakaran di pelabuhan Bobong, Kabupaten Taliabu.
“Sebuah langkah penting dalam menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan Hak Asasi Manusia (HAM) harus terus diperjuangkan terutama bagi mereka yang sering kali berada dibawah bayang-bayang ketidakadilan seperti para ABK,” ujarnya, Rabu (20/11/2024).
Dikatakan, kasus terbaru yang melibatkan ABK kemudian akan ditetapkan sebagai tersangka menyoroti kebutuhan mendesak akan perlindungan hukum yang adil dan transparan bagi pekerja maritim.
Ia menyebutkan, dalam kasus ini terdapat tuduhan serius kepada para ABK speedboat BELA 72 di Taliabu tanpa penyelidikan yang memadai. Padahal dalam kasus tersebut mereka (ABK red) hanya menjalankan tugas atas perintah pihak atasan dan tidak memiliki kendali penuh atas situasi yang terjadi di lapangan.
Olehnya itu, kata Mukaram, hal itu sangat menimbulkan pertanyaan besar mengenai sejauh mana tanggung jawab individu yang ditentukan dan bagaimana penegakan hukum berlaku secara adil terhadap para ABK.
Meski begitu, untuk penetapan tersangka sebelum semua saksi diperiksa merupakan langkah yang bisa dianggap prematur dan bisa menimbulkan kebingungan serta ketidakpercayaan publik terhadap proses hukum.
Menurutnya, pada Pasal 184 Kita Undang-Undang Hukum Acara Pidana (HUHAP) penetapan tersangka harus berdasarkan minimal dua jenis alat bukti yang sah dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.
Selain itu juga, untuk Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) Perkap 12/2009 menyatakan bahwa status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik setelah hasil penyelidikan memperoleh bukti permulaan yang cukup. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa hak asasi manusia tersangka tetap dilindungi dan tidak ada penyalahgunaan wewenang.
Dengan demikian, proses pemeriksaan semua saksi harus diselesaikan dengan seksama sebelum menetapkan tersangka untuk memastikan keadilan, transparansi dalam proses hukum. Sehingga itu, pihak dia menuntut proses kukum yang adil.
Kemudian MPR mendesak pihak berwenang untuk yakni menjamin penyelidikan yang transparan dan berkeadilan, periksa setiap saksi-saksi tanpa terkecuali dalam tragedi meledaknya speedboat Bela 72 sebelum menetapkan tersangka dan penyelidikan dilakukan secara profesional serta mendalam tanpa ada tekanan dari pihak tertentu.
Ia menyebutkan, ABK merupakan tulang punggung industri maritim dan memiliki hak asasi manusia yang sama dengan warga negara lainnya. Ketentuan dalam hukum ketenagakerjaan dan hukum maritim harus diterapkan untuk melindungi mereka dari kriminalisasi yang tidak adil kasus tersebut menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan tidak mengenal batasan profesi atau status sosial.
“Kami berharap semua pihak yang terkait dapat menjalankan tugasnya dengan integritas mengedepankan kebenaran dan menjunjung tinggi keadilan bagi semua pihak, khususnya ABK yang menjadi bagian vital dari sektor perkapalan dan perekonomian nasional,” tutupnya.*(Ril/red).