banner 140x600
banner 140x600
BULETIN NEWS

Bendi, Warisan Jasa Angkutan Tradisional di Kota Ternate Yang Mulai Terlupakan

1204
×

Bendi, Warisan Jasa Angkutan Tradisional di Kota Ternate Yang Mulai Terlupakan

Share this article

Buletinmalut.com TERNATE- Bendi adalah salah satu alat kendaraan atau kereta tradisional dimasa lampau dengan bantuan penggerak utamanya menggunakan tenaga dari kuda. Bahkan hal itu juga merupakan warisan budaya leluhur kita.

Sampai hari ini peninggalan alat tradisional itu masih sering terlihat terparkir menunggu disalah satu pusat perbelanjaan di Jatiland mall di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Para kusir Bendi biasanya menawarkan jasa angkutan kepada pengunjung yang keluar dari swalayan ternama tersebut.

Namun seiring berjalanya waktu bahwa kendaraan tradisional itu secara perlahan mulai tersingkir dengan era perkembangan zaman saat ini yang semakin canggih.

Tentunya saja, pasti banyak dari kita yang bertanya-tanya dalam hati sejak kapan alat tradisional itu muncul dan dijadikan sebagai angkutan jasa di Kota Ternate. Menurut penuturan dari mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Maluku Utara, Sukardi Abdullah, bahwa sejarah mencatat perkembangan Kota Ternate diperkirakan muncul sekitar tahun 1915, jauh sebelum Indonesia merdeka.

Kemudian, kendaraan tradisional atau yang dikenal Bendi itu dipopulerkan oleh seorang pemuda berasal dari pulau Jawa bernama Bugal Suruhin yang merantau di Ternate kala itu bersama ibundanya.

Pada masa itu, roda atau ban Bendi masih memakai bahan dari kayu dan kendaraan tradisional tersebut sangat populer dimasa dimasa Hindia Belanda bahkan untuk didaerah masing-masing penamaan alat itu mulai dari, seperti Delman, Sado, Dokar dan ada juga namakan Bendi atau Andong.” Ungkap, Supardi, Minggu (21/1/2024)”.

Menurut Supardi, saat itu, Bugal bermukim di Santiong, kota Ternate, sehingga tidak lama kemudian Bugal menikahi seorang gadis bernama Hadijah. Awalnya Bendi yang dimiliki Bugal hanya Satu, hanya saja dirinya begitu tekun dan mencintai profesi sebagai kusir sehingga lambat laun terus berkembang dan menjadi kendaraan paling populer saat itu di Ternate.

Karena terus populernya angkutan jasa tradisional tersebut, Bugal dan istrinya mengajak seorang pemuda dari Moya yang merupakan tetangganya sendiri di Santiong dan mengangkat Abdullah Marengkeng sebagai anaknya untuk mengembangkan usahanya. Bahkan sepasang suami istri itu juga mewariskan usaha jasa tersebut kepada anak angkatnya.

“Pasca fase kemerdekaan, jasa angkutan tradisional itu mulai dilirik untuk dijadikan mata pencaharian oleh beberapa warga sekitarnya untuk dijadikan sebagai mata pencaharian seperti yakni Noho di Salero, Ahmad Ambar (Santiong), Mato (Tanaraja), Puasa (Kayumerah), Safar di (Bastiong), Haji (Manggadua), Hasjim (Kalumpang), Arfa (Ngidi), Ajim di Sabia,” ujarnya.

Dikatakan, mendiang almarhum mantan Walikota Ternate, Syamsir Andili, pernah memberikan hadiah Bendi beserta kuda kepada seorang pemuda Santiong, Sahrul Sarimen yang merupakan cucu Abdullah Marengkeng. Memori itu masih jelas masih teringat oleh masyarakat sebagai kenangan yang terpatri atas kepeloporan Bugal pada masa pertumbuhan dan perkembangan kota dengan memperkenalkan Bendi salah satu angkutan ciri khas kota Ternate.

Sebagai penerus Bugal Surihin, Abdullah Marengkeng mempertahankan usaha dari warisan ke 2 orang tua angkatnya. Tak lama kemudian Abdullah mendapatkan jodoh dan menikah dengan Nuraini Ladao yang merupakan keturunan dari Buton, Betawi dan Tidore serta dianugerahi 10 orang anak.

“Dari 10 orang anak pasangan Abdullah dan Nuraini yang meneruskan warisan budaya keluarganya tersebut hanya 8 orang saja yakni Sarimen, Murni, Suharti, Sufia, Sukardi, Suharto, Sumiyati dan lsmail,” tuturnya.

Kemudian, seiring berjalanya waktu sekitar tahun 1960-an perekonomian skala kecil di daerah terus berkembang khususnya Kota Ternate sehingga munculah gerobak yang terbuat dari kayu, dimana penggeraknya menggunakan tenaga dari kuda sebagai jasa angkutan untuk memuat barang-barang.

“Warga yang memiliki gerobak kuda pada masa itu yakni warga Santiong Sarimen Bugal, Ahmad Ambar, Noho, Yasin, Husein Ladao. Arifin warga Ngidi, untuk warga Santiong, Adam, Kader dan Bago. Mereka ini terkenal sebagai kusir gerobak yang bertahan hingga ditahun 1990-an,” kisahnya.

Supardi menuturkan, keunikan dari gerobak kuda ini juga menyediakan berbagai alat (suku cadang), bahkan membentuk sebuah koperasi yang menjadi ketua yaitu tidak lain Abdullah Marengkeng sendiri anak angkat dari sepasang suami istri dari Bugal dan Hadijah sang perintis Bendi.

Namun, diera modern ini alat transportasi tradisional tersebut dengan sendirinya mulai tersingkir sehingga hanya bisa terlihat saat beroperasi 3 sampai 4 saja dalam kota dengan berkembang pesatnya zaman, dan gerobak kayu maupun Bendi akan tinggal kenangan saja.

“Apakah alat transportasi jasa angkutan tradisional tersebut yang ramah lingkungan itu akan diperhatikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate sebagai ikon kota ini,” tutup, Supardi Abdullah.*(Abril).

banner 336x280
Shares

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!