banner 140x600
banner 140x600
BULETIN NEWS

Ganyang dan Tolak Tambang Pasir Besi di Morotai

268
×

Ganyang dan Tolak Tambang Pasir Besi di Morotai

Share this article

Oleh: Jamalu Piong

Perjuangan panjang tentang penolakan rencana pengelolaan tambang pasir besi di Morotai tidak terasa kini suda 15 tahun sejak 2010 tapi bagi pihaknya seperti baru sehari perjuangan ini.

Dirinya besama Para tetua, kaum muda, pelajar, perempuan dan bahkan anak-anak tanpa saling memaksa, jiwa kami terbangun dengan kesadaran penuh keyakinan, berdiri di atas tanah dimana ari-ari kami tertanam, tanpa rasa takut dan ragu dengan sikap tegas ganyang dan tolak pengelolaan tambang pasir besi tanpa syarat apapun.

Sikap ini bukanlah menantang investor, tidak menolak investasi dan bukan pula melawan pemerintah tapi karena dirinya terlalu cinta negeri ini telah menyatu dan mendarah daging, kami mulai merangkak hidup dan dibesarkan di tanah ini “Negeri Bumi Moro”.

Sebagai rasa syukur atas nikmat Tuhan Yang Maha Esa,kami patut dan hendak jaga negeri ini dari tangan-tangan manusia yang serakah hanya ingin merusak lingkungan hidup, tatanan sosial, ekonomi dan perampasan hak-hak masyarakat tanpa pamrih.

Kami hanya ingin hidup dengan keasrian alam yang damai terasa lebih bermartabat, tanah yang subur untuk bertani demi keberlangsungan hidup anak cucu, deru ombak bersahaja dan birunya laut yang pesona para nelayan mengait hidup tanpa jeda untuk kehidupan keluarganya lebih baik tanpa malapetaka.

Dibandingkan dengan kehadiran perusahan tambang pasir besi yang hanya akan mengusik tatanan kehidupan sosial, merusak lingkungan ekologi, perampasan hak masyarakat atas tanah, dijajah dan di intimidasi di negerinya sendiri, tentunya hal seperti ini tak dapat dihindari.

Kami tidak menginginkan berbagai catatan problem panjang seperti yang terjadi di Haltim, Halteng dan Obi tentang kerusakan lingkungan ekologi dan perampasan hak masyarakat atas tanah dan ketika mereka mempertahankan saat itu pula masyarakat dihadapkan dengan kekuasaan dan alat Negara untuk dibungkam, dijajah dan di intimidasi dengan cara-cara tidak etis dan tidak berkeadilan.

Dengan promosi kesejahteraan rakyat, pembangunan ekonomi daerah, ekonomi nasional sering digaungkan pemerintah dan korporasi, yang berujung tanpa nurani serta perikemanusiaan.

Salah satu contoh konkrit seperti dialami 11 orang masyarakat adat Maba Sangaji padahal mereka hanya mempertahankan apa yang menjadi hak mereka namun tetapi berujung di jeruji besi.

Ironisnya ini disuguhkan satu peristiwa hukum yang mencengangkan pada tanggal 16 Oktober 2025, hakim Pengadilan Negeri Soasio Tidore memutuskan perkara 11 masyarakat adat Maba Sangaji dinyatakan bersalah dengan dalil tanah yang dipermasalahkan masyarakat adat adalah wilayah IUP PT. Position dan para terdakwa dinyatakan terbukti menghalang-halangi aktifitas PT. Position sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Negara telah memberikan panggung istimewa karpet merah pada korporsi untuk mengeruk dan menjarah hasil kekayaan alam Maluku Utara, membabat hutan, merusak lingkungan ekologi, mengintimidasi dan merampok kedaulatan Rakyat.

Rencana pengelolaan tambang pasir besi di Kabupaten Pulau Morotai tidak berkesesuaian dengan arahan kebijakan pola ruang atau pemanfaatan ruang sebagaimana diatur dalam RTRW Kabupaten Pulau Morotai, Perda Nomor 7 Tahun 2012, RTRW Provinsi Maluku Utara Perda Nomor 2 Tahun 2013 pada pasal 70 huruf “f” tertuang bahwa kawasan strategi Kabupaten Pulau Morotai dikembangkan untuk sector pertahanan-keamanan, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pariwisata, perikanan-kelautan, pengembangan kegiatan pertanian dan Perkebunan sebagai basis ekonomi lokal dan pengembangan Prasarana perhubungan laut dan udara.

RZWP3K Perda Nomor 2 Tahun 2018 Provinsi Maluku Utara berlaku pada 2018 – 2038 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terdapat arahan zonasi pemanfaatan wilayah pesisir radius 0 -12 mil yaitu 0 – 2 mil diperuntukan Perikanan tangkap semisal dan 2-12 mil diperuntukan Perikanan tangkap Pelagis.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 perubahan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada Pasal 35 dijelaskan bahwa dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil setiap orang secara langsung ataupun tidak langsung dilarang sebagaimana pada huruf “k” melakukan penambangan mineral pada wilayah apabila secara teknis dan atau sosial dan budaya menimbulkan kerusakan lingkungan, dan atau pencemaran lingkungan dan dapat merugikan masyarakat sekitarnya.

Permen Kelautan dan Perikan Nomor 23/PERMEN-KP/2016 tentang Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil. pada Pasal 18 ayat 5 bahwa alokasi ruang dalam pemanfaatan umum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wilayah perairan laut sampai 2 mil diutamakan untuk kawasan konservasi, ruang hidup, akses nelayan kecil, tradisional pembudi daya ikan kecil, petambak garam kecil, wisata bahari dan infrastuktur public.

Namun ada kontradiksi pada peruntukan ruang pemanfaatan yang sangat fundamental adalah rencana pengelolaan tambang pasir besi mulai di radius 0-2 mil padahal ruang zonasi diperuntukan untuk nelayan lokal dan tradisional bagimana nasib nelayan bila hal ini terjadi tentunya ruang hidup nelayan akan terancam hilang.

Semua ketentuan di atas tidak berarti apa – apa dengan berlakunya Undang – Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Baru, yang mempermudah dan memberi ruang kebebasan seluas-luasnya pada investasi korporasi asing dan nasional mengelola sumber kekayaan mineral dan batu baru tanpa pertimbangan apapun.

UUPPLH dan UU Cipta Kerja terdapat perbedaan yang mencolok di UUPPLH masyarakat diberi ruang untuk menyampai saran dan pendapat dalam dokumen Amdal dan bahkan bisa menolak dokumen Amdal tapi di UU Cipta Kerja masyarakat tidak diberi ruang untuk berpendapat.

Mestinya sebelum Amdal dijadikan penetapan, Amdal terlebih dahulu dinilai oleh Komisi Penilaian Amdal yang dibentuk oleh Mentri, Gubernur, Bupati / Walikota sesuai kewenangan bila tidak direkomendasikan maka izin lingkungan tidak bisa terabit.

Dalam UU Cipta Kerja Amdal disusun oleh pemrakarsa dapat menunjuk pihak lain dengan ketentuan bahwa penyusun wajib memiliki sertifikat kompetensi. Dan bila suatu usaha investasi mendapat rekomendasi kelayakan lingkungan dalam dokumen Amdal maka Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menetapkan kelayakan lingkungan sebagai syarat menerbitkan UIP.

Justru kemudahan ini adalah kelemahan dan kecerobohan yang disengaja. Amdal seharusnya salah satu instrument kekuatan legal kita menjaga ruang hidup manusia dan lingkungan ekologi serta suara hak – hak rakyat dituangkan dan menjadi pertimbangan penting sebelum IUP investasi diterbitkan.

Muncul pertanyaan UU Cipta Kerja dan UU Minerba untuk siapa? Ini adalah pesanan, tentu untuk korporasi Asing dan Calo dalam negeri. Saya sedikit mengutip Faisal Syarifudin dalam bukunya Republik Investor “Keadaan semacam ini sengaja diciptakan lewat perantara atau calo dalam negeri”.

Mereka ditugaskan untuk eksekutor untuk memperlemah peranan modal social demi mempertemukan para komprador atas harta dan tahta. Mereka inilah kaki tangan pihak asing yang juga diarahkan untuk memangkas pihak-pihak berbeda kepentingan dengan tujuan modal global.

Ketika sukses, mereka dipromosikan dan diposisikan menduduki struktur kekuasan demi mempertemukan kekuatan politik dan kekuatan ekonomi di satu tangan. Dengan syahwat politik dan ekonomi mereka tidak sungkan membeli keyakinan rakyat miskin, membayar kaum terpelajar serta menggerus modal sosial dan pemuka agama.

Untuk Morotai semestinya pemerintah lebih prioritas pengembangan sektor hilirisasi ekonomi hijau dan ekonomi biru. Sektor ini memiliki potensi sumber daya melimpah yang bisa menggenjot PAD, pengembangan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat Morotai.

Dengan latar belakang masyarakat Kabupaten Pulau Morotai, notabenenya mayoritas Petani dan nelayan tentu ini akan memberikan dampak ekonomi yang efektif. Hilirisasi sektor Ekonomi Hijau dan Ekonomi Biru.

Merupakan siklus ekonomi terbarukan dan jangka panjang sedangkan pengelolaan hasil mineral sifatnya jangka pendek dan akan menyisakan dampak kerusakan lingkungan ekologi dan ruang hidup masyarakat. Ekonomi hijau merupakan system memprioritaskan siklus sosial, efisiensi sumber daya dan pembangunan rendah karbon.Dengan cakupan sektor ekonomi secara umum, seperti penggunaan energy terbarukan, pertanian, dan kehutanan.

Tujuannya adalah memperoleh kesejahteraan tanpa mengabaikan kerusakan lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem. Ekonomi biru memanfaatkan sumber daya secara berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada sector kelautan-perikan dan wisata baharai. Sebagaimana dijelaskan oleh Gunter Pauli dan Firdaus (2023).*(***).

banner 336x280
Shares

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!