banner 140x600
banner 140x600
BULETIN NEWS

GPM Desak Inspektur Tambang Hentikan PT Karya Wijaya Diduga Milik Gubernur Malut

208
×

GPM Desak Inspektur Tambang Hentikan PT Karya Wijaya Diduga Milik Gubernur Malut

Share this article

BuletinMalut.com.TERNATE- Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara atau Malut desak inspektur tambang dan Pemerintah Daerah (Pemda) agar segera mengeluarkan rekomendasi hentikan aktivitas PT Karya Wijaya.

“PT Karya Wijaya adalah perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan yang telah beroperasi di Pulau Gebe, Halmahera Tengah (Halteng) Maluku Utara,” ujar Ketua DPD GPM Maluku Utara, Sartono Halek. Senin (29/9/2025).

Sedangkan untuk wilayah, yang ditambang dengan luas area konsesi 500 H dan kemudian di tahun 2025, kembali diperluas hingga menjadi 1.145 H meliputi Halmahera Tengah dan Halmahera Timur (Haltim) serta izin berlaku sampai 2036.

Menurutnya, perusahaan tersebut diduga tak mengantongi dokumen izin lengkap dan selain itu, bahwa perusahan itu telah dinilai belum menyampaikan kewajiban tata batas area kerja. Dimana itu menjadi salah satu syarat.

“Penyampaian tata batas area merupakan salah satu syarat keharusan perusahaan tambang pemegang izin usaha Kementerian Energi Sumber Daya Mineral atau ESDM untuk diproses Penyelesaian Administrasi Kehutanan (PAK),” jelasnya.

Lanjutnya, lantaran PT Karya Wijaya diduga melakukan aktivitas pembukaan tambang diluar dari batas area kerja Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang saat ini ditangani oleh Satgas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Bahkan, perusahaan ini juga masih dalam konflik IUP dengan PT Fajar Bakti Lintas Nusantara (FBLN). Yang sebelumnya IUP itu dimiliki oleh PT FBLN namun hal tersebut dicabut dari Kementerian ESDM.

Meski begitu,atas hal tersebut sehingga PT FBLN kembali mengajukan banding di Pengadilan dan kemudian itu dimenangkan. Karena PT FBLN telah menang dan PT Karya Wijaya belum jelas keberadaannya dan tak bisa untuk beroperasi.

Sartono mengisahkan, persoalan tersebut juga pernah dikatakan dari Direktur Jenderal (Dirjen) Panologi Kementerian Kehutanan yang merupakan anggota Satgas PKH saat bersama Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia atau RI di Maluku Utara. Bahkan hal ini didiskusikan bersama kepala daerah dan sejumlah pemegang IUP.

“PT Karya Wijaya diduga sudah melanggar ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014. Atas perubahan UU Nomor 27 Tahun 2007 yang melarang penambangan di pulau-pulau kecil,” tegasnya.

Olehnya itu, larangan ini sudah ditegaskan di Pasal 35 huruf K tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil atau PWP3K. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan penambangan mineral jika menimbulkan kerusakan lingkungan, pencemaran atau kerugian masyarakat.

Tak sampai disitu, larangan ini juga telah diperkuat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor:35/PUU-XXI/2023. Dan menegaskan perlunya perlindungan pulau-pulau kecil dari kerusakan yang tidak dapat dipulihkan.

Dia menambahkan, perusahaan diduga kuat pemilik saham mayoritas yaitu Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda. Bahkan telah diduga belum menyetorkan kewajiban dana reklamasi karena merupakan salah satu syarat penting dalam pelaksanaan izin tambang.

“Sehingga kami bakal melakukan unjuk rasa untuk mengawal terkait permasalahan ini dan akan mengusahakan agar perusahaan itu dicabut IUPnya lantaran dinilai ilegal,” pungkasnya.*(Ril/red).

banner 336x280
Shares

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!