BuletinMalut.com.TERNATE- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut) didesak untuk segera mengungkap atau serius tangani kasus dugaan korupsi normalisasi kali di Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul).
Desakan ini berasal dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara, Sartono Halek, bahwa 7 paket proyek normalisasi kali di Pulau Sulabesi dan Mangoli di Kepulauan Sula diduga bermasalah.
Menurutnya, proyek tersebut dari tahun 2023 sampai 2025 dengan nilai kontrak pekerjaan kurang lebih Rp 7.093.852.483,61 bahwa itu diduga sebagai sarat praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau KKN.
“Bahwa 7 paket proyek normalisasi kali di Kepulauan Sula sudah ditangani oleh Kejati Maluku Utara namun sampai saat ini dinilai belum ada perkembangan yang signifikan,” ujarnya. Rabu (22/10/2025).
Ia mengakui, terkait dengan kasus tersebut bahwa pihaknya sudah secara berulangkali menyampaikan hal itu namun belum ada tindakan konkret.Sehingga pihaknya menilai Kejati Maluku Utara lemah memberantas korupsi di daerah.
Sartono membeberkan, kejanggalan dalam pelaksanaan proyek pada tahun 2023 telah tercatat ada 9 paket senilai Rp 1,6 miliar. Dan kemudian disusul lagi 20 paket proyek yang nilainya kurang lebih Rp 4 miliar pada tahun 2024. Tak sampai disitu, tahun 2025 ada 7 paket nilainya Rp1,3 miliar.
Dia menegaskan, sebagian besar proyek itu telah diduga fiktif atau tak sesuai realisasi di lapangan. Hal ini juga menjadi temuan Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Sula.
“Sejumlah perusahaan pelaksana proyek ini diketahui mengerjakan lebih dari dua lokasi yang secara geografis berjauhan dalam waktu bersamaan dan itu dinilai mustahil secara teknis,” tegasnya.
Bagaiman mungkin,lanjut dia, 1 perusahaan bisa mengerjakan normalisasi kali 2 pulau sekaligus dalam waktu yang bersamaan.Ini merupakan akal-akalan tak masuk akal.
Sehingga itu, Kejati Maluku Utara segera memanggil untuk melakukan pemeriksaan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kepulauan Sula, Jaunidin Umaternate yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
“Dalam kasus tersebut juga diduga sudah melibatkan adik dari Kepala Dinas PUPR yaitu Sabarun dan kemudian juga honorer bernama Melly,” kata Sartono kepada media ini.
Bahkan, selain itu, ada dugaan keterlibatan Sekretaris Daerah (Sekda) Kepulauan Sula, Muhlis Soamole dan untuk mengungkap agar terang kasus ini maka Kejati Maluku Utara harus memanggin nama-nama itu.
Kemudian, para direktur perusahaan yang mengerhakan proyek tersebut segera untuk dipanggil seperti yakni Cahaya Alvira, Awdi Pratama,Ainur, Thita Mulia, Bintang Barat Perkasa, Permata Membangun, Permata Hijau, Permata Bersama dan Nuril Jaya. Ia juga meminta supaya verifikasi dokumen perusahaan serta investigasi di lapangan.
“Penegak hukum harus turun di lapangan, meminta dokumen dan klarifikasi langsung dari masyarakat. Karena ini bukan hanya pelanggaran administratif tetapi terindikasi dugaan kejahatan terorganisir yang rugikan negara dan rakyat,” tutupnya.*(Ril/red).