BuletinMalut.com TERNATE- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku Utara (Malut) menyayangkan terjadi selisih data antara Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Rp 270 miliar dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Rp 70 miliar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas PUPR Malut, Sofyan Kamarullah, mengatakan, pihaknya menghadiri rapat bersama Komisi III DPRD Malut untuk sampaikan laporan realisasi hutang.
Lanjutnya, namun hal ini sebelumnya sudah pernah disampaikan kerena ada perbedaan data maka pihaknya diundang kembali oleh oleh DPRD Malut untuk melakukan rapat
“Kalau data PUPR dan Inspektorat Malut itu sama yaitu Rp 270 miliar sekian kemudian dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Malut sekitar 70 miliar,” ujarnya, Selasa (4/5/2024) malam.
Menurutnya, untuk selisih di BPKAD Malut sendiri berdasarkan Surat Peribtah Membayar (SPM) hutang belum terbayar dimulai pada Desember 2023. Sementara yang membuat SPM itu banyak dan kalau berhitung kontrak antara PUPR dan Inspektorat Malut berdasarkan hasil pekerjaan sudah diselesaikan maka harus dibayarkan.
Dikatakan, untuk hutang tahun 2023, semua sudah di disposisi supaya dibayarkan dan kemudian ada beberapa paket pekerjaan yang belum dibayarkan sehingga diberikan kompensasi waktu sampai 2024.
“Kemudian ada juga pengakhiran kontrak antara penyedia dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) karena dari penyedia tidak lagi melanjutkan lantaran pembayaran itu tidak ada lagi,” jelasnya.
Ia menyebutkan, ada beberapa kontraktor yang dilakukan pengakhiran kontrak kerja seperti di kampus Unkhair yakni gedung farmasi sudah 100 persen, parkiran cuman sampai 72 persen dan untuk gedung kedokteran mencapai 45 persen.
Sementara anggota Komisi III DPRD Malut, Farida Djama, membenarkan bahwa selisih data antara PUPR, Inspektorat dan BPKAD Malut sehingga itu harus dikaji kembali soal hutang yang sebenarnya agar akurat.
Meski begitu, perbedaan angka tersebut sangat mencolok atau luar biasa sehingga perlu dirapatkan kembali untuk menghitung selisih angka agar dicocokan.
“Instansi terkait diberikan jatah sebesar Rp 12 miliar dalam perbulan, sehingga mereka membayar SPM berdasarkan 31 Desember 2023,” beber Farida, setelah rapat bersama PUPR Malut.
Olehnya itu, dengan terjadinya selisih maka dari Komisi III berharap kesesuain data agar tidak ada yang dirugikan dari pihak ke Tiga. Pihaknya mendapatkan informasi bahwa dari rekanan bekerja tanpa uang muka bekerja sampai 100 persen namun belum dibayarkan.
“Itu sangat disayangkan, kalau dia memakai modal pribadi itu oke, dan kalau modalnya hasil pinjaman maka secara otomatis akan semakin bebani pihak rekanan, padahal mereka (kontraktor) sangat membantu pemerintah dalam hal pembangunan,” kata anggota Komisi III DPRD ini.
Ia tambahkan, kalau untuk paket pekerjaan multiyears di Halmahera Selatan (Halsel) dan Halmahera Timur (Haltim) yang telah putus kontrak antara PPK dengan pihak rekanan.
“Kalau untuk di Haltim proyek pekerjaan Hotmix jalan dan di Pulau Obi Kabupaten Halsel yaitu pekerjaan jembatan yang tidak ada sama sekali. Padahal di kontraknya 31 Desember 2023 sudah selesai dikerjakan,” pungkasnya.*(Abril).