BuletinMalut.com.TERNATE- Oknum penyidik Polres Halmahera Tengah dinilai memaksa terduga pelaku inisial SS untuk mengakui terlibat dalam kasus pencurian di toko Sriwijaya di Desa Kluting Jaya, Kecamatan Weda Selatan.
Hal ini disampaikan oleh, Penasehat Hukum (PH) SS dan NS, Agus Salim R. Tampilang, pelaku pencurian tunggal di toko Sriwijaya pada 16 Juni 2024 sekitar pukul 02:30 WIT dini hari adalah inisial DW. Kejadian itu telah terekam kamera CCTV. Kemudian pelaku tertangkap oleh polisi saat berada dalam toko.
“DW diamankan di Subsektor Weda Selatan dan pelaku menceritakan aksi pencurian tersebut dilakukan bersama rekannya inisial BH pria asal Kecamatan Gane Timur, atas hal itu polisi diamankan BH di Polres Halmahera Tengah,” ujar Agus, Minggu (21/7/2024).
Berselang 2 hari, 3 oknum polisi yakni YH, AS dan A mendatangi rumah kliennya pada 18 Juni 2024 tanpa membawa surat tugas dan mengamankan SS ke Polres Halmahera Tengah untuk diperiksa atas keterangan dari DM.
Menurut Agus, tindakan ke 3 oknum polisi yang mengamankan kliennya di polres tanpa membawa surat perintah dan surat tugas. Agus melanjutkan oknum tersebut dinilai tidak paham hukum acara.
“Klien kami bukan tertangkap tangan seperti DM, namun ini sangat disayangkan ke 3 oknum polisi tersebut tidak bisa bedakan perkara tertangkap tangan dan yang bukan,” jelasnya.
Ia menyebutkan, bahkan didalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bahwa penyidik Polres Halmahera Tengah mendesak kliennya untuk mengakui dirinya terlibat pada pencurian tersebut. Atas paksaan itu kliennya menolak permintaan penyidik dan meminta BAP itu diganti.
Tak sampai disitu, bahwa ke 3 oknum polisi kembali mendatangi rumah kliennya pada 23 Juni 2024 sekitar pukul 03:00 WIT dini hari dan melakukan penggeledahan sehingga isteri dari SS dan keluarganya pun panik serta ketakutan.
“Padahal diketahui tiga oknum anggota polisi tidak mengantongi surat izin penggledahan dari pengadilan maupun surat tugas sehingga kami menganggap proses penyelidikan kasus tersebut sudah tidak profesional sebab ada oknum polisi patut diduga ikut menzalimi klien kami untuk dijadikan sebagai tersangka,” beber Agus.
Dikatakan, asas yang menjadi panduan penyidik seperti yakni asas praduga tidak bersalah, perlakuan yang sama dari setiap orang dihadapan hukum, tidak mengadakan perbedaan perlakuan penangkapan, penetapan tersangka, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis.
Bagaimana mungkin, hal tersebut tidak dijadikan panduan oleh ketiga oknum polisi itu, sehingga pihaknya meminta kepada Kapolres Halmahera Tengah dan Polda Maluku Utara untuk menindak tegas ke 3 oknum polisi.
“Oknum penyidik Polres Halmahera Tengah diganti karena diduga telah memaksakan kehendaknya terhadap klien kami. Jjika tidak proses penyelidikan ini akan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Sangat aneh karena klien kami ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik hanya berdasarkan pengakuan dari DM,” tegasnya.
Padahal, menurut di Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penetapan tersangka harus bedasarkan minimal 2 alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP dan kemudian disertai dengan pemeriksaan calon tersangka.
Olehnya itu, penetapan tersangka terhadap seseorang berkaitan erat dengan kelayakan dan ketentraman hak hidup yang nyaman pada setiap orang dan berkenaan dengan hak asasi manusianya.
Ia menambahkan, dalam pasal 1 angka 14 KUHAP, tersangka salah seorang karena perbuatannya atau keadaannya didasarkan bukti permulaan, bahwa patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
“Agak lucu klien kami di tetapkan sebagai tersangka hanya berdasarkan keterangan pelaku namun sebaliknya SS tidak kenal DM .Karena keterangan dari DM, kami duga merupakan arahan untuk menjerat klein saya,” pungkasnya.*(Ril/red).